BOD DAN COD SEBAGAI PARAMETER
PENCEMARAN AIR
DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH
Pengertian
BOD dan COD
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu
karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh
mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan
organik dalam kondisi aerobik. Bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah
bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable
organic matter). BOD dapat
diartikan sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi
mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan
organik yang dapat diurai. Berdasarkan pengertian ini dapat dikatakan bahwa
walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga
diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable
organics) yang ada
di perairan.
Sedangkan COD atau Chemical
Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai
seluruh bahan organik yang terkandung dalam air.Hal ini karena bahan organik
yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium
bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga
segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit
urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD
memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit diurai yang ada di
perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih
besar dari COD. Jadi COD menggambarkan
jumlah total bahan organik yang ada.
Metode
pengukuran BOD dan COD
Prinsip pengukuran BOD pada
dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari
sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen
terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan
suhu tetap (20ºC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5)
merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik
dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat
yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya
dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan
oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi
proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah
penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan
dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada
pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD
tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan
tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi,
sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan
populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup
tersisa oksigen pada hari kelima. Karena
melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka
analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses
yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 –
99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan organik telah
terdekomposisi. Lima hari
inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan
menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu
tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah
dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20ºC dalam inkubasi juga merupakan
temperatur standard. Temperatur 20ºC adalah nilai rata-rata temperatur sungai
beraliran lambat di daerah beriklim sedang. Untuk daerah tropik seperti
Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan
tropik umumnya berkisar antara 25–30ºC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih
rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal
sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu
penentuan yang lama tersebut. Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks,
karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat,
pemanasan, dan titrasi. Peralatan reflux diperlukan untuk menghindari
berkurangnya air sampel karena pemanasan.
Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat
(K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah
ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama
beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara
titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan
organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.
Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat
teroksidasi juga ikut dalam reaksi, sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai
COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan
organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari,
maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah
total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang
lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD,
akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini
akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di
perairan dalam sepekan (lima hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan
nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan
organik yang lebih persisten yang ada di perairan.
Gambaran
mengenai analisa air
Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air yang didalamnya memuat baku mutu air tawar yang
dibedakan dalam empat kelas. Juga telah ditetapkan baku mutu air laut
melalui Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004.
Didalam baku mutu air tersebut, tercakup semua parameter yang digunakan dalam
baku mutu air limbah, termasuk BOD dan COD, ditambah parameter-parameter
kualitas air lainnya, termasuk parameter biologi dan radio nuklida. Sebagai
ilustrasi, dalam PP Nomor 28/2001 tersebut baku mutu BOD bagi perairan Kelas
dua yang dipergunakan untuk rekreasi air dan budidaya perikanan (akuakultur)
misalnya, adalah lebih kecil dari 3 mg/L, sedang baku mutu CODnya adalah lebih
kecil dari 25 mg/L. Untuk air laut, sebagaimana dalam Kep. Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 51/2004, baku mutu BOD untuk perairan bagi keperluan wisata bahari
adalah 10 mg/L, sedangkan bagi biota laut baku mutu BOD adalah 20 mg/L. COD
tidak termasuk parameter yang menjadi baku mutu air laut. Hal ini kemungkinan
karena penentuan COD air laut relatif agak sulit sehubungan dengan interferensi
atau gangguan keberadaan klorida (Cl) yang tinggi di air laut terhadap reaksi
analitiknya. Bila kita cermati baku mutu air limbah nampak bahwa walaupun BOD
dan COD terpakai sebagai parameter baku mutu air limbah dari hampir semua kegiatan,
tetapi keberadaannya adalah bersama-sama dengan dua atau lebih parameter lain
yang menjadi parameter kunci dari kualitas air limbah yaitu pH dan TSS (total
suspended solids). Dengan
demikian, bila misalnya nilai BOD dan COD suatu perairan masih normal atau
memenuhi baku mutu, belum dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran,
bila parameter kunci lainnya tidak diketahui. Karena bila mparameter lainnya
telah meningkat dan melebihi baku mutu, maka berarti ada indikasi pencemaran di
perairan. Hal ini dapat terjadi karena bila terdapat bahan-bahan toksik
(beracun) di perairan, logam berat misalnya (Mays, 1996; APHA, 1989), nilai BOD
bisa jadi rendah atau masih memenuhi baku mutu, pada hal dalam air atau
perairan tersebut terkandung bahan beracun atau air telah tercemar. Sebaliknya,
bila nilai BOD dan COD telah cukup tinggi dan melebihi baku mutu, maka sudah
dapat diduga ada indikasi pencemaran bahan organik. Selain waktu analisis yang
lama, kelemahan dari penentuan BOD lainnya diperlukannya benih bakteri (seed) yang
teraklimatisasi dan aktif dalam konsentrasi
yang tinggi; diperlukan perlakuan pendahuluan tertentu bila perairan diindikasi
mengandung bahan toksik; dan efek atau pengaruh dari organisme nitrifikasi (nitrifying
organism) harus dikurangi.
Meskipun ada
kelemahan-kelemahan tersebut, BOD tetap digunakan sampai sekarang. Hal ini
menurut Metcalf & Eddy (1991) karena beberapa alasan, terutama dalam
hubungannya dengan pengolahan air limbah, yaitu
(1) BOD penting
untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan diperlukan untuk
menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi;
(2) untuk
mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah;
(3) untuk
mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah; dan
(4) untuk
mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air
limbah.
Karena nampaknya BOD akan tetap digunakan
sampai beberapa waktu mendatang, maka penting untuk mengetahui sebanyak mungkin
mengenai cara penentuannya berikut segala keterbatasan atau kelemahannya, terlepas
dari berbagai kelemahannya tersebut, BOD masih cukup relevan untuk digunakan
sebagai salah satu parameter kualitas air yang penting. Karena dengan melakukan
uji BOD secara apa adanya, yakni dengan tidak memperhatikan ada tidaknya kandungan
bahan toksik, sedikit atau banyaknya kandungan bakteri, tetapi dengan tetap
melakukan pengenceran atau aerasi bilamana diperlukan dan inkubasi pada suhu
setara suhu perairan, maka akan diperoleh suatu nilai BOD yang akan memberikan
gambaran kemampuan alami perairan dalam mendegradasi bahan organik yang dikandungnya.
Dari nilai tersebut akan dapat dilihat apakah kemampuan perairan dalam
mendegradasi bahan organik masih cukup baik atau sudah sangat rendah. Bila rendah,
berarti kemampuan pulih diri (self purification) perairan sudah sangat berkurang.